Senin, September 01, 2008

Problem Dana Klub Bisa Jadi “Bom Waktu”

SATU per satu klub Liga Super Indonesa dan Divisi Utama mulai menekan tombol “lampu kuning”. Paling akhir, kemarin, Persema Malang melontarkan kemungkinan tidak mulusnya perjalanan mereka mengikuti kompetisi Divisi Utama 2008/2009 karena terbentur masalah keuangan.

Menurut Asisten Manajer Persema, Asmuri, persoalan ini mengemuka karena “Laskar Ken Arok” belum bisa memastikan cairnya dana hibah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Malang tahun 2008. Padahal, pasokan dari APBD melalui pos KONI itulah sumber pendanaan utama untuk kesebelasan yang berlatar belakang Perserikatan.

Tahun lalu, Persema mengaku digelontori dana APBD sebesar Rp 17 miliar. Pada 2008 ini, “direncanakan” Persema memperoleh bagian Rp 15 miliar dari total Rp 18 miliar dana hibah yang masuk pos KONI.

Dengan plafon sebesar itu, tak heran jika Persema termasuk tim yang lumayan “gagah perkasa” memborong 29 pemain pada masa persiapannya. Tercatat nama-nama seperti I Komang Putra, Harry Saputra, Aris Budi Prasetyo, Christian Lenglolo, hingga Mbom-Mbom Julien berlabuh di Stadion Gajayana Malang.

Untuk pemain sekelas Lenglolo, contohnya, Persema menyediakan plafon Rp 800-900 juta/musim. Sedangkan pemain lokal yang punya nama seperti Harry nilai kontraknya berkisar Rp 500-800 juta. Pemain lokal yang kualitasnya di bawah itu mendapatkan Rp 100-400 juta.

Masalah kemudian muncul saat pengucuran dana itu dihadapkan pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan keuangan daerah. UU No 17/2003 tentang Keuangan Daerah maupun Permendagri No 59 Tahun 2007 dengan tegas melarang APBD dijadikan “mesin ATM” bagi klub sepak bola di daerahnya.

Tampaknya, Persema –juga tim-tim lain eks Perserikatan— sama sekali tak siap menghadapi situasi ini. Mereka juga tak punya alternatif pendanaan lain, entah itu lewat pola kemitraan, kerjasama operasional, atau swastanisasi.

Maka, yang terjadi kemudian, Persema dan tim-tim lain yang senasib seperti “menunggu Godot” saja. Entah apa yang ditunggu karena uang sebetulnya sudah ada di kas APBD tapi tak ada yang berani mencairkan karena takut berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Jika situasi ini dibiarkan terus berjalan tanpa pemecahan masalah, tim-tim itu tinggal menghitung hari saja untuk kolaps. Dan itu akan menjadi “bom waktu” yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup kompetisi sepak bola di Tanah Air. *

2 komentar:

Gaga mengatakan...

Hai bung kus! salam kenal!
saya sangat menyukai komentar-komentar anda tentang dunia persepakbolaan. Menurut saya, andalah komentator dan pengamat sepak bola terbaik di negeri ini!
Untuk post yang ini, saya setuju sekali, aliran dana bisa menjadi bom waktu yang bisa menghancurkan klub-klub dalam negeri!
Keep up the good work bung kus!
gw bakalan sering mampir dah!
hehehe.
oh iya, mampir juga ke blog saya ya. http://footballthings.blogdrive.com/
jangan lupa comment!

ciao!

ainul ridha, the nice seen mengatakan...

Bung Kus Yth,

Menarik sekali tulisan anda. Kalau Bung Kus mengatakan bom waktu, kalau aku lebih mengatakan sepakbola kita dalam kondisi sakratul maut alias diambang kematian. Semua "organ-organ tubuh" sepakbola Indonesia sudah rusak dan terkena penyakin kronis. Hanya satu harapan yang masih mungkin diharapkan yaitu Doa (anak yang shaleh.. heheh) dari orang-orang yang masih punya hati untuk sepakbola Indonesia

Kita harus mulai berbenah. Revolusi harus dimulai.

o ya, bungkus, mampir juga ke blog saya, ada tulisan tentang membangun Sepakbola Indonesia masa depan dan tentang Wasit di Indonesia.

Mohon komentarnya juga.

Salam
http://ainulridha.blogspot.com