Senin, November 24, 2008

Kasus Gallas, Ujian Kepemimpinan Wenger

LIGA Primer pekan ini memberi satu pelajaran menarik tentang kepemimpinan dalam manajemen tim. Lebih spesifik lagi, tentang pergulatan menghadapi krisis kepemimpinan di tim sepak bola profesional sekelas Arsenal.

Krisis di Arsenal itu “dipicu” kebiasaan buruk kapten kesebelasan William Gallas bicara terlalu blak-blakan. Tanpa sungkan, ia kerap melontarkan kritik terbuka kepada para juniornya, seperti Theo Walcott, Cesc Fabregas, Nicklas Bendtner, dan belakangan Samir Nasri.

Tanpa tedeng aling-aling, ia juga mencemooh mental dan semangat bertanding rekan-rekannya usai kalah 0-2 dari Aston Villa. Gallas menuding para koleganya kurang berani bertarung di lapangan, khususnya saat menghadapi tim-tim yang secara kualitas sebenarnya di bawah Arsenal. “Kami harus lebih bersikap sebagai pejuang. Hanya dengan cara itulah tim ini bisa bekerja dan menunjukkan karakter serta pengalamannya,” Gallas menyindir.

Di sisi lain, Gallas mengungkapkan pula bahwa sebagian bintang muda Arsenal dinilainya mulai bersikap jemawa. Mereka kurang menghormati posisi dirinya sebagai kapten, bahkan tak menunjukkan respek yang cukup terhadap para pemain senior lainnya.

Puncak kebablasan Gallas ditunjukkan dengan keberaniannya menunjuk hidung pemain yang disebutnya “kurang ajar” kepada dirinya saat jeda laga melawan Tottenham Hotspur. Meski tak menyebut nama, ia memberi isyarat jelas bahwa usia pemain tersebut lima tahun lebih muda ketimbang dirinya. Hanya ada tiga nama dalam kategori itu: Robin van Persie, Bacary Sagna, dan Emmanuel Eboue.

“Tim Gudang Peluru” itu pun “kebakaran jenggot”. Pelatih Arsene Wenger murka, para bintang Arsenal tempo dulu kecewa, dan publik Emirates pun meradang. Dengan berat hati, Wenger harus mencoret nama Gallas dari tim yang dibawanya melawat ke kandang Manchester City.

Sampai di situ, fungsi kepemimpinan masih berjalan sempurna. Wenger tetap mengendalikan tim dengan baik dan “The Gunners” masih berjalan di relnya. Sampai kemudian pukulan telak datang ketika Arsenal tanpa Gallas digilas habis 0-3 oleh Manchester City.

Pada titik inilah problematika kepemimpinan mulai muncul. Keputusan Wenger “memecat” Gallas –meskipun mungkin hanya sementara— memang mampu mengakomodasi harapan para pengikutnya, yakni pemain lain dan publik Emirates. Itulah aplikasi teori (salah satu) sifat kepemimpinan menurut Keith Davis.

Masalahnya kemudian, kebijakan yang akomodatif tak selalu efektif. Seperti tampak dalam kasus Gallas ini. Tanpa bek tangguh asal Prancis itu, lini pertahanan Arsenal jadi rapuh, kurang koordinasi, bahkan jadi titik lemah sistem permainan tim secara keseluruhan.

Di sinilah Wenger menghadapi ujian berat sebagai pemimpin pasukan dari London utara itu. Sebab, lagi-lagi menurut Davis, pemimpin yang baik juga harus bisa menunjukkan satu sifat penting lainnya untuk mencapai keberhasilan. Tak sekadar mengikuti, ia juga harus memiliki kecerdasan lebih dibanding pengikutnya.

Syukurlah, Wenger memiliki sifat-sifat tersebut. Setelah dikalahkan City, ia langsung menyatakan bahwa Gallas masih punya masa depan di Arsenal. Syaratnya, kata Wenger, ia harus berani meminta maaf kepada rekan-rekan setimnya.

Itu keputusan yang sangat cerdas dari pelatih yang memang punya julukan “Profesor” itu. Di satu sisi, Wenger bisa mempertahankan Gallas yang sejujurnya masih sangat dibutuhkan timnya. Di sisi lain, ia juga tak kehilangan muka di mata pemain lain.

Secara tak langsung, Wenger juga memberi pembelajaran yang sangat baik kepada Gallas soal kepemimpinan. Bahwa seorang pemimpin bisa saja membuat kesalahan kecil, namun ia tak perlu “dipancung” karena kesalahan semacam itu. Cukup dengan menyadari kesalahannya sehingga ia bisa menjadi pemimpin yang lebih baik. Kapten Gallas yang jadi lebih bijak dan dewasa jauh lebih menguntungkan Arsenal ketimbang harus kehilangan dia sama sekali. ***
(Tulisan ini pernah dimuat di TopSkor, edisi 24 November 2008)

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Bung Kus, numpang lewat Bung. Akan selalu menanti dan merindukan ulasan2 Anda yang selalu menarik baik di TopSkor, TV, dan blog ini. Salam.

Mike

Yusuf Abdillah mengatakan...

terima kasih udah mampir di tengah kesibukannya. namanya juga calon senator hehehe.
beda sama saya yg kerjaannya nyambangi blog orang hahaha
btw, wenger adalah salah satu pelatih favorit saya selain bill shankly dan rafa