Selasa, November 11, 2008

Laskar Pelangi di Dunia Sepak Bola

ANDA sudah nonton film Laskar Pelangi? Saya kira, kita semua sepakat bahwa film yang bagus sekaligus menghibur ini memberikan pembelajaran yang sangat berharga dalam hal pendidikan.

Tapi sebenarnya pesan moral film ini bisa dimaknai lebih luas lagi. Laskar Pelangi sebenarnya juga memberi pembelajaran bagi dunia sepak bola.

Seorang anak bernama Lintang, yang dikisahkan mempunyai semangat luar biasa untuk belajar, kandas cita-citanya karena terbentur kesulitan hidup. Tak hanya itu, tempat tinggal nun jauh di pelosok pinggiran pantai juga menjadi hambatannya yang lain dalam menuntut ilmu.

Dalam dunia sepak bola, tak mustahil ada berjuta-juta sosok Lintang di berbagai wilayah Indonesia. Seperti Lintang, mereka juga punya cita-cita jadi pemain bola. Bahkan mungkin dikaruniai bakat alam untuk menjadi pemain andal.

Tapi hanya memiliki bakat atau cita-cita, tak cukup untuk mengantar bibit-bibit unggul ini menggapai impiannya. Mereka memerlukan pencari bakat profesional. Namun, sayangnya, pencari bibit pemain di Indonesia masih sangat langka dan belum menjangkau daerah-daerah terpencil.

Padahal, betapa besar peranan pencari bakat dalam mengorbitkan pemain-pemain andal. Pengembangan sepak bola Indonesia juga sangat membutuhkan bibit-bibit unggul yang harus kita cari di berbagai wilayah Tanah Air.

Seorang pencari bakat tak cukup hanya mengandalkan pengetahuan alakadarnya tentang dunia sepak bola. Untuk mencari pemain potensial, ia juga tak bisa sekadar mengandalkan info dari mulut ke mulut. Atau cukup mendatangi sekolah-sekolah sepak bola.

Perlu pengetahuan khusus untuk menjadi pencari bakat profesional. Tidak cukup juga hanya bermodal pengalaman. Di Amerika Serikat bahkan sudah ada pendidikan nonformal khusus untuk belajar tentang pencarian bakat atau scouting talent course yang juga bisa ditempuh lewat pendidikan online delapan minggu. Di antara materi pendidikan yang diberikan adalah metoda untuk memeringkat soccer talent.

Pencarian bakat juga memerlukan sistem jaringan yang sangat kuat di antara berbagai pihak yang terkait. Baik jaringan informasi maupun jaringan sistem scouting sampai perekrutannya. Seperti The Scouting Network di Birmingham, Inggris. Ini jaringan pencarian bakat untuk skala internasional yang menyediakan laporan paling intensif dari seluruh dunia dengan dukungan database lebih dari 30 ribu info tentang pemain dan berbagai penawaran dari tim-tim terkenal.
Agen ini, selain memasok pemain untuk Inggris, juga memasok klub-klub lainnya di Eropa. Mereka pun menerapkan sistem jaringan dengan pembagian wilayah-wilayah pencarian bakat agar setiap kawasan bisa terjangkau secara merata.

Pencarian bakat di negara-negara maju juga memanfaatkan media internet. Di sana, ada semacam bursa untuk mempertemukan talent (pemain), klub, agen, serta pencari bakat itu sendiri.

Sedangkan klub-klub kaya semacam Chelsea, Manchester United, atau AC Milan umumnya membangun jaringan sendiri. Biasanya, mereka memanfaatkan para mantan bintangnya dari kawasan Eropa Timur atau Amerika Latin sebagai “mata” mereka untuk melihat pemain potensial di sana.

Hanya saja, untuk Indonesia, memang agak sulit mengharapkan terbangunnya jaringan pencarian bakat seperti itu. Kendala utamanya, jelas, urusan dana. Nilai kontrak pemain di Indonesia masih terbilang kecil sehingga “bisnis” pencarian bakat belum bisa tumbuh dengan kondisi sekarang ini. “Mengekspor” pemain berbakat ke luar negeri juga belum prospektif karena potensi sepak bola Indonesia belum memiliki pijakan prestasi yang kuat.

Bahkan, banyak para pemain, agen, bahkan pengelola klub yang belum terbiasa memanfaatkan jasa internet. Apalagi untuk pemain yang berasal dari daerah yang belum tersentuh teknologi internet. Akan sulit bagi mereka untuk sekadar mengisi data dan “menjual” diri secara online. Padahal, di banyak negara maju, pencarian bakat melalui internet ini tergolong cukup efektif. *

1 komentar:

shogun mengatakan...

trus kalo ada seorang anak berbakat sepak bola kita salurkan kemana, Bung???