Jumat, Juli 25, 2008

Jerman “Tanpa” Gelandang Jangkar

(Bedah Teknis Piala Dunia 2006)


HARI ini, Jerman akan memulai perjalanan berat memburu gelar juara dunia keempat kalinya –setelah 1954, 1974, dan 1990. Di Allianz Arena, Muenchen, pasukan tuan rumah akan tampil dalam partai pembukaan melawan tim anak bawang Kosta Rika.

Setelah berbulan-bulan persiapan panjang dan berminggu-minggu pemusatan latihan yang melelahkan, tibalah waktunya bagi Juergen Klinsmann memperlihatkan hasil polesannya. Lalu, akan seperti apa kiranya tim hasil racikan mantan penyerang andal yang dulu sering dikritik gemar melakukan diving itu?

Rasanya, tak banyak kejutan yang bisa kita harapkan dari penampilan perdana Jerman di partai pembukaan Piala Dunia 2006. Boleh jadi karena ia telah memperlihatkan hampir semua “kartunya” selama rangkaian uji coba menjelang putaran final.

Lewat tayangan pertandingan lawan Amerika Serikat, Iran, Luksemburg, dan Kolombia kita sudah bisa melihat bahwa Klinsmann telah mantap memainkan pola 4-1-3-2. Sebuah varian yang berbasis pada pola klasik 4-4-2 yang kini kembali populer di pentas sepak bola dunia. Menggeser pola 3-5-2 yang sempat sukses membawa Jerman juara dunia, 16 tahun lalu, pada era kepelatihan Franz Beckenbauer.

Hanya saja, varian 4-1-3-2 racikan Klinsmann tak bisa disamakan begitu saja dengan 4-4-2 versi Prancis, Kroasia, atau Korea Selatan. Yang lebih mirip dengan varian 4-1-3-2-nya Jerman justru tim asuhan Sven Goran Eriksson, Inggris.

Konsep permainan yang dikembangkan Klinsmann bersandar pada taktik empat bek sejajar tanpa libero murni. Lalu, di lini tengah, ditempatkan seorang pemain jangkar yang menopang tiga gelandang bernaluri menyerang –tanpa sayap murni. Adapun barisan depannya merupakan kombinasi antara seorang target man dan satu penyerang yang ditugasi masuk-keluar kotak penalti lawan secara aktif.

Meskipun bergeser dari pola dasar 3-5-2 warisan Beckenbauer, namun sebenarnya ada satu ide yang hendak dipertahankan Klinsmann. Ide itu menyangkut posisi pemain jangkar di lini tengah yang bisa juga dibaca sebagai fungsi gelandang bertahan atau mungkin libero midfielder.

Pada era Beckenbauer, peran pemain jangkar itu dilakoni sangat baik oleh Hans Peter Briegel dan kemudian Lothar Matthaus. Dieter Eilts mengambil-alih tongkat estafet dari tangan Matthaus dan Briegel saat membawa Jerman juara Piala Eropa 1996.

Baik Briegel maupun Eilts sama-sama memiliki karakteristik permainan bertahan yang sangat kuat: disiplin di posisinya, tak mudah kalah dalam perebutan bola, tackle-nya keras, kuat dalam perebutan bola atas, dan staminanya bak tenaga kuda. Itu yang membuat lini tengah Jerman dulu begitu disegani dan sulit ditandingi.

***

DALAM tim asuhan Klinsmann saat ini, peran sebagai pemain jangkar itu tak pernah jelas betul menjadi tanggung jawab siapa. Meskipun susunan nama-nama pengisi lini tengah tak pernah jauh bergeser dari Bernd Schneider, Michael Ballack, Torsten Frings, dan Bastian Schweinsteiger. Tapi siapa yang menjadi pewaris posisi Briegel dan Eilts?

Jelas bukan Schneider karena ia sosok gelandang lincah yang biasa beroperasi di sayap kanan. Kalaupun main di tengah, ia lebih pas bermain sebagai gelandang serang di belakang duet penyerang. Juga bukan Schweinsteiger karena gelandang Bayern Muenchen ini terbiasa main agak melebar dan biasa meneror kiper lawan dengan tendangan jarak jauhnya yang menggeledek.

Maka, pilihannya tinggal Ballack dan Frings. Meskipun, boleh jadi, Klinsmann mungkin sering menugaskan keduanya memikul tugas itu secara bersama-sama.

Masalahnya, meski seorang gelandang, Ballack adalah salah satu tumpuan harapan Jerman untuk urusan mencetak gol. Kebetulan pula ia memiliki tendangan yang keras dan terarah serta piawai dalam duel bola atas. Apalagi naluri menyerangnya juga sangat menonjol sehingga ia seringkali tampak berkeliaran di sekitar kotak penalti ketika muncul kemelut di area pertahanan lawan.

Tak bisa lain, peran sebagai pemain jangkar itu memang lebih banyak harus dipikul Frings. Ia dituntut selalu menempatkan diri sebagai filter sebelum serangan lawan memasuki daerah pertahanan Jerman. Ia juga diharapkan selalu menahan diri untuk tidak latah ikut-ikutan naik membantu serangan. Lebih daripada itu, ia pun harus cukup kuat untuk tidak mudah kalah dalam perebutan bola di seputar garis tengah.

Nah, menurut saya, di situlah pokok soalnya. Frings memang salah satu gelandang terbaik Jerman saat ini –selain Ballack, tentunya. Gelandang Werder Bremen ini juga sudah menjadi salah satu pilar “Tim Panser” sejak Piala Dunia 2002.

Hanya saja, Frings sama sekali bukan sosok seperti Briegel atau Eilts. Frings bahkan seperti duplikat Ballack dalam derajat yang sedikit berbeda. Daya jelajahnya luas, berani berduel, dan lumayan haus gol. Makanya, pada Piala Dunia 2002, Rudi Voller lebih suka menempatkannya sebagai gelandang kanan atau kiri.

Itulah yang kemudian jadi soal. Karakter permainan Frings yang ofensif sering membuat lini tengah Jerman seperti berlubang dan mudah disusupi pemain lawan dari lini kedua. Apalagi, kalaupun sedang disiplin menjaga posisinya, kemampuan bertahan Frings bisa dibilang tak begitu kokoh.

Faktor Frings inilah, menurut saya, yang membuat pertahanan Jerman jadi sering tampak rapuh. Karena kuartet barisan belakang seringkali harus langsung menghadapi serangan lawan tanpa bala bantuan dari lini tengah –seperti selalu dilakukan Briegel dan Eilts dulu. Ditambah lagi dengan konsep empat bek yang praktis berdiri sejajar, makin mudah bagi lawan mencari ruang untuk melakukan gebrakan dan terobosan.

Saya kira, inilah alasan yang membuat Ballack mengeluhkan keseimbangan permainan timnya yang terlalu berat ke sektor depan. Itu membuatnya jadi sering ragu antara harus maju membantu serangan atau bermain lebih ke belakang menolong Frings.

Mungkin akan lebih pas jika posisi Frings itu ditempati Sebastian Kehl yang lebih kuat kemampuan bertahannya. Bahkan, bagi saya, juga lebih cocok jika diisi oleh Frank Baumann –gelandang Bremen yang tak terpilih masuk skuad Jerman. Sebab kedisiplinan dan daya bertahan mereka yang tinggi akan membuat keseimbangan permainan tim lebih terjaga. Dan Ballack jadi lebih leluasa mengeksplorasi daya gedornya.

Klinsmann tentu punya pertimbangan sendiri di balik keputusannya mencoret Baumann dan lebih memilih Frings ketimbang Kehl. Tapi, jika penampilan Jerman di putaran final nanti tetap tak lebih baik dibanding selama masa uji coba, lemahnya fungsi gelandang jangkar itulah –salah satu— penyebabnya. ***

(Tulisan ini pernah dimuat di TopSkor, Juni 2006)

Tidak ada komentar: