Senin, Oktober 20, 2008

Say No To Alcohol

KITA sering tak sadar kalau bahaya pernah begitu dekat dalam kehidupan kita. Dan kita baru menyadarinya setelah marabahaya itu berlalu dan kita masih baik-baik saja. Seperti yang saya alami di Manchester saat berlangsungnya final Piala UEFA, Rabu (14/5) lalu.

Sepanjang pagi hingga siang hari itu, saya berada di Piccadilly Gardens –sekitar 10 menit jalan kaki dari hotel tempat saya menginap. Sambil menunggu keberangkatan ke Stadion City of Manchester, saya berbaur dengan ratusan dan kemudian jadi ribuan suporter yang memenuhi kawasan niaga itu.

Di sana, saya menyaksikan bagaimana suporter Glasgow Rangers “menduduki” kawasan itu. Sebagian bertelanjang dada, main bola, nyanyi-nyanyi, dan ada pula yang cari tambahan dengan jual kaos atau “ngamen” memakai alat musik tiup tradisional.

Saya juga melihat dengan mata kepala sendiri bahwa layar raksasa yang dipasang memunggungi Hotel Ramada masih berfungsi siang itu. Dan, yang tak terlupakan, saya melihat dengan jelas betapa kuatnya orang-orang Skotlandia itu menenggak bir.

Kalau Anda melihat orang bepergian, barang bawaan mereka umumnya makanan dan pakaian di dalam ransel. Sulit dipercaya, di Stasiun Manchester Piccadilly, saya melihat puluhan suporter Rangers turun menenteng tas besar yang isinya berkaleng-kaleng bir. Bahkan ada yang memanggul satu kerat berisi –mungkin— 20 atau 24 botol bir.

Entah mengapa, siang itu, saya langsung punya firasat tak enak. Makanya, saat melaporkan situasi lapangan dan rencana tulisan, saya berkirim sms kepada salah seorang rekan di kantor: “Du, kayaknya bakal rusuh nih ntar malem”.

Ah, ternyata benar. Malam itu, saat saya duduk manis di Stadion City of Manchester, Piccadilly dilanda kerusuhan. Marah karena layar raksasa gagal berfungsi menjelang kick-off, puluhan pria mengamuk dan menyerang petugas. Situasi di Piccadilly Gardens malam itu digambarkan media massa Inggris dengan kata-kata yang menyeramkan: War Zone.

Sabtu (17/5) lalu, giliran 90 ribu pendukung Portsmouth dan Cardiff City menyerbu Wembley. Aneh, saya tak punya firasat buruk. Bahkan, sekalipun sempat terjepit di antara puluhan pendukung kedua tim di kereta subway Jubilee Line dari Bond Street menuju Wembley Park, saya juga tak merasa terancam.

Kuncinya sederhana: alkohol. Tak ada pesta alkohol di Wembley, Piccadilly Circus, Waterloo, atau kawasan lain yang jadi titik persinggahan suporter. Di dalam Stadion Wembley, pemeriksaan juga ekstraketat untuk mencegah kemungkinan lolosnya suporter teler. Bahkan di ruangan pers yang lumayan mewah itu pun tercantum jelas tulisan: “No Alcohol”.

Hasilnya, Piala FA berlangsung aman dan lancar meski suporter Portsmouth dan Cardiff sempat saling ejek saat lagu kebangsaan God Save The Queen dan Hen Wlad Fy Nhadau (Tanah Kelahiran Ayahku) bergantian dikumandangkan. Rasanya benar kata Bang Haji (Rhoma Irama), minuman keras itu memang lebih banyak mudaratnya. *

(Tulisan ini pernah dimuat di TopSkor, edisi 19 Mei 2008)

Tidak ada komentar: