Senin, Oktober 13, 2008

Capello Harus Berhenti Bereksperimen

HASIL fantastis dibukukan tim nasional Inggris saat menjamu Kazakhstan di Stadion Wembley, Sabtu (11/10) atau Minggu dini hari WIB. Tak tanggung-tanggung, Inggis membantai tim pecahan Uni Soviet itu dengan skor sangat telak: 5-1!

Inilah kemenangan terbesar yang diraih “The Three Lions” sejak ditangani Fabio Capello, 14 Desember 2007. Ditambah kemenangan 4-1 atas Kroasia, bulan lalu, Inggris pun kian menunjukkan potensinya sebagai salah satu tim paling “panas” di Eropa saat ini.

Yang menarik, dalam pertandingan di Stadion Wembley ini, Capello menurunkan formasi baku 4-4-2. Bukan pola eksperimen 4-3-3 seperti yang sempat dicobanya dalam beberapa kali latihan prapertandingan.

Wayne Rooney dan Emile Heskey diturunkan sebagai duet di lini depan. Pembagian tugas di antara mereka jelas dan simpel. Heskey membuka ruang dan menjadi “tembok” pemantul aliran umpan dari sayap kanan maupun kiri.

Rooney yang kemudian memanfaatkan bola-bola “pantulan” dari Heskey tersebut. Dengan postur Heskey yang tinggi-kekar dan keuletannya dalam perebutan bola, pasokan bola bagi Rooney bisa dibilang cukup terjamin. Tinggal pintar-pintarnya Rooney memanfaatkan peluang yang tercipta.

Hasilnya pun nyata. Rooney mencetak dua gol kemenangan Inggris. Ia sekaligus meneruskan tren positif produktivitas golnya dalam sebulan ini.

Yang tak kalah menarik, dalam laga ini, Capello juga menduetkan Steven Gerrard dan Frank Lampard di pusat lini tengah. Sebuah keputusan yang sangat berpotensi menjadi sumber polemik sekaligus amunisi bagi para kritikus seandainya Inggris gagal memetik kemenangan.

Toh, keberanian Capello –yang memang didukung data statistik— berbuah manis. Duet Gerrard-Lampard mampu memperlihatkan kematangan bermain sebagaimana sudah mereka tunjukkan selama bertahun-tahun di Liverpool dan Chelsea.

Bermain 4-4-2 dengan dua pemain sayap –Theo Walcott di kanan dan Gareth Barry di kiri— memang tak mudah bagi Gerrard dan Lampard. Di klubnya, mereka terbiasa mendapat ruang gerak sangat besar untuk merangsek ke kotak penalti dan mencetak gol.

Lain halnya saat bermain dengan pola 4-4-2 racikan Capello. Suka-tak suka, Gerrard dan Lampard harus memberi perhatian lebih banyak terhadap pertahanan. Mereka harus lebih ikhlas membiarkan Walcott dan Barry yang bermanuver dan mendapat peluang bikin gol.

Mungkin karena faktor usia dan karakter bermainnya, Gerrard tampak lebih optimal menjalanlan tugasnya saat menghadapi Kazakhstan. Padahal, dengan komitmen seperti itu, ia sebenarnya “mengabaikan” kelebihannya sebagai penembak jitu dari lini kedua.

Tapi begitulah permainan tim. Setiap pemain harus siap mendedikasikan dirinya untuk tim dan melupakan ambisi pribadinya. Itulah yang sudah dilakukan Gerrard untuk “The Three Lions”.

Benar, Kazakhstan memang bukan tim papan atas Eropa dan mungkin bukan barometer yang tepat untuk mengukur kemampuan tim Inggris yang sebenarnya. Bahkan permainan Inggris sendiri pun belum bisa dibilang sempurna.

Namun memang tak ada yang sempurna di dunia. Dan Capello tak perlu mencari-cari kesempurnaan itu. Yang harus dia lakukan hanyalah membuka mata dan hati untuk menerima kenyataan bahwa kerangka tim dan pola permainan ideal untuk timnya sudah didapatkan.

Capello tinggal konsisten mempertahankan kerangka tim dan pola 4-4-2 ini saat menjalani laga tandang di Belarus, Rabu (15/10) nanti. Ia juga harus gigih mempertahankan duet Gerrard-Lampard sebagai tulang punggung lini tengah. Seperti halnya ia juga harus berani terus mempercayai Rooney sebagai mesin golnya.

Dengan konsistensi dan kepercayaan penuh dari Capello, saya yakin Gerrard, Lampard, Rooney, bersama kapten John Terry akan membawa Inggris kembali jadi kekuatan yang disegani di Eropa. Bahkan mungkin di putaran final Piala Dunia 2010 nanti. ***
(Tulisan ini pernah dimuat di TopSkor, 13 Oktober 2008)

Tidak ada komentar: