Senin, Februari 02, 2009

Fantasi Tuan Rumah Piala Dunia

SATU hal yang “sukai” dari kepengurusan PSSI sekarang ini adalah daya fantasinya yang luar biasa. Mereka punya banyak obsesi yang bagi publik sepak bola Indonesia acapkali terdengar ambisius, bombastis, bahkan terkadang utopis.

Namun sebagian “fantasi” itu nyatanya bisa diwujudkan dan berjalan –dengan segala kekurangannya. Misalnya, kompetisi Liga Super dengan persyaratan yang begitu ketat sehingga sejumlah klub –PSMS, Persita, bahkan Persija— terpaksa jadi “tim musafir” yang pinjam stadion ke sana-sini.

Toh, sebagian lain “fantasi” itu akhirnya kandas. Misalnya, keinginan mengikut-sertakan tim nasional U-23 berkompetisi di Liga Singapura. Sebelumnya, timnas U-23 kita juga sempat dikirim ke Belanda. Namun hanya “sibuk” berlatih di “Negeri Kincir Angin”. Alhasil, saat tampil di kualifikasi Olimpiade 2008 dan SEA Games 2007 mereka tak bisa berbuat banyak.

Kini, PSSI punya “fantasi” baru yang jauh lebih spektakuler. Mereka memberanikan diri jadi tuan rumah Piala Dunia 2022. Indonesia termasuk satu dari delapan negara yang sudah mengirim proposalnya ke FIFA. Adapun tujuh pesaing yang juga telah memasukkan proposal serupa adalah Inggris, Jepang, Qatar, Australia, Rusia, Meksiko, dan dua negara yang mengajukan diri sebagai tuan rumah bersama, Portugal dan Spanyol.

Menurut Sekjen PSSI Nugraha Besoes, ini bagian dari rencana jangka panjang PSSI. “Kami masih punya waktu 13 tahun, jadi mengapa tidak memberanikan diri mencalonkan diri sebagai tuan rumah?” katanya. Apalagi PSSI merasa punya bekal pengalaman jadi –salah satu— tuan rumah Piala Asia 2007.

Yang menarik, fantasi PSSI kali ini didukung oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Menegpora Adhyaksa Dault sudah menyatakan dukungannya dan yakin Indonesia bisa memenuhi persyaratan utama menyangkut stadion berstandar internasional.

Tampaknya, begitu “sederhana” jalan menjadi tuan rumah ajang sebesar Piala Dunia. Lalu, mengapa negara sebesar Cina atau India tak ikut mengajukan diri? Mengapa pula negara sekelas Portugal dan Spanyol menawarkan diri jadi tuan rumah bersama –sedangkan Indonesia begitu “gagah berani” maju sendirian?

Sesungguhnya, jadi tuan rumah Piala Dunia “tak seindah” yang dipikirkan orang. Pengorbanan untuk menggelar hajatan olahraga terpopuler sejagat ini sungguh besar dan bisa membuat perekonomian negara “berdarah-darah”.

Benar, nama dan martabat bangsa memang terangkat jika Indonesia terpilih jadi tuan rumah. Juga benar, hajatan ini berpotensi mendorong peningkatan pariwisata, investasi, bahkan mungkin angka pertumbuhan. Dari segi penyelenggaraan, saya juga yakin kita akan mampu melaksanakannya sama bagusnya dengan hajatan Piala Asia 2007.

Hanya saja, ongkos Piala Dunia sungguh luar biasa. Maklum, infrastruktur kita jelas masih di bawah standar negara Eropa atau bahkan Jepang dan Korea Selatan. Karena itu, niscaya dibutuhkan pembangunan infrastruktur besar-besaran seperti kini harus dilakukan Afrika Selatan.

Pemerintah Afrika Selatan menyediakan anggaran sedikitnya 3,7 miliar dolar AS untuk Piala Dunia 2010. Namun harian Prancis, Le Monde, yakin ongkos sebenarnya bisa mencapai 8 miliar dolar AS (sekitar Rp 86 triliun) –dua kali lipat lebih dari plafon anggaran pendidikan dalam APBN Republik Indonesia 2008.

Itu berarti, Indonesia yang taraf hidupnya tak jauh lebih tinggi di atas Afrika Selatan, harus siap pula dengan investasi sebesar itu. Dan itu pasti akan sangat memberatkan APBN. Sekalipun, misalnya, angka sebesar itu bisa dibagi-bagi dalam beberapa tahun anggaran.

Punya ambisi atau “fantasi” sedahsyat itu, tentunya, sah-sah saja. Tapi, menurut saya, jauh lebih penting membenahi dulu realitas yang kasat mata di hadapan kita.Ketimbang mengalokasikan triliunan rupiah untuk Piala Dunia, lebih berguna menginvestasikannya untuk memprofesionalkan Liga Indonesia. Sehingga tak ada lagi pemain yang berbulan-bulan tak dibayar gajinya, panitia kejuaraan berutang ratusan juta kepada pengelola hotel, atau pemain asing mengadu ke FIFA lantaran hak-haknya diabaikan.

Seperti halnya para pengurus PSSI, saya juga punya mimpi melihat tim nasional kita tampil di Piala Dunia. Tapi lewat perjuangan melalui kualifikasi Zona Asia –bukan mencari jalan “gratisan” lewat jalur “tuan rumah” yang kelak akan menyusahkan perekonomian negara. ***
(Tulisan ini pernah dimuat di TopSkor, 2 Februari 2009)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Satu kata, Bung. SPEKTAKULER. Kasarnya, gara-gara gagal terus untuk lolos PD lewat kualifikasi, pengurus PSSI seperti mencoba 'membeli' jatah tampil di putaran piala dunia dengan cara menawarkan diri jadi tuan rumah.

Luzman mengatakan...

tapi kalo indonesia benar2 terpilih jadi tuan rumah sepertinya bakal luar biasa..
walaupun sangat sulit melihat persaingannya sangat ketat..
banyak stadion yg "akan" dibangun.
salah satunya stadion Gede Bage.
tapi sampai sekrang belum terlihat realisasinya.. hmm..

beidewei.. di blognya ga ada tukeran link nih bung? hehe.. padahal kan sy mau tukeran link ama blognya bung kusnaeni

http://kumahaanjeun.blogspot.com