Senin, Desember 15, 2008

Mengalahkan Thailand Bukan Beban

MINGGU pagi kemarin, saya diundang hadir di acara Apa Kabar Indonesia (Akhir Pekan) yang ditayangkan stasiun televisi tvOne. Setelah malam sebelumnya tampil dalam siaran langsung Liga Primer, menghadiri acara sepagi ini jelas cukup “menyiksa” mata saya. Tapi, setelah syutingnya berjalan, rasa kantuk itu perlahan hilang dan berganti semangat yang menyala-nyala.

Bagaimana tidak, yang jadi topik adalah laga semifinal pertama Piala AFF di Stadion Utama Gelora Bung Karno, besok malam. Tim nasional Indonesia bakal menjamu musuh bebuyutannya, Thailand, pada leg pertama. Sebelum melakoni laga tandang di Phuket, empat hari kemudian.

Tak dinyana, obrolan yang seperti “preview” pertandingan itu ternyata jadi ajang unjuk optimisme yang menggebu-gebu. Mantan pemain seperti Yeyen Tumena, Venard Hutabarat, hingga para suporter tim nasional semua mengumbar keyakinan bahwa kita bakal mampu menggilas Thailand. Kalau tidak 2-0, minimal 2-1!

Terbawa oleh suasana, saya pun memupuk keyakinan serupa dengan rekan-rekan saya ini. Saya bilang, untuk laga pertama di Jakarta, kita harus yakin bisa menang. Tinggal memikirkan bagaimana caranya menghadapi laga berikutnya di Bangkok.

Moga-moga saja, keyakinan kami semua tidak menjadi beban bagi Charis Yulianto dan kawan-kawan saat memasuki lapangan nanti. Sebab, konon, salah satu “penyakit” pemain kita, semakin diyakini menang justru makin kehilangan kepercayaan diri dan permainan terbaiknya.

Di Senayan, besok malam, saya ingin melihat Charis dan kawan-kawan main lepas seperti saat duel pertama penyisihan Grup A lawan Myanmar, 5 Desember lalu. Bagi saya, itulah penampilan terbaik kita sejauh ini di Piala AFF 2008.

Yang menarik, para pemain kita bisa tampil bagus justru karena beban mental yang lebih ringan. Dua kali kekalahan di ajang “pemanasan” Grand Royal Challenge Cup membuat “Tim Merah Putih” tampil lebih rileks meladeni Myanmar. Hasilnya, mereka menang 3-0 dengan permainan yang meyakinkan.

Pada laga berikutnya, saat semua pihak yakin kita bakal “melumat” Kamboja, pertandingan justru jadi lebih sulit. Kita hanya bisa mencetak satu gol pada babak pertama sebelum menambah tiga lagi pada paruh kedua. Itu pun lebih banyak karena permainan dan kematangan individual para penyerang kita.

Puncaknya adalah perebutan posisi teratas Grup A. Keyakinan dan harapan publik yang sangat menggebu membuat tim asuhan Benny Dollo malah gugup dan akhirnya menyerah 0-2. Menariknya, dua gol Singapura masing-masing dicetak pada awal babak pertama dan kedua saat pemain kita seperti masih sibuk merapatkan barisan.

Saya pun jadi “menyesali” harapan saya yang terlalu menggebu-gebu menjelang laga semifinal ini. Terbayang betapa beratnya beban mental yang kini disandang Firman Utina dan kawan-kawan menghadapi permainan cepat Teerasil Dangda dan kawan-kawan.

Kalau begitu, mungkin sebaiknya saya kembali saja ke “semangat” Piala Asia 2007. Saat itu, saya tak mengharapkan kemenangan dari tim nasional kita. Bukan meremehkan, melainkan karena saya menyadari benar posisi kita di peta persepakbolaan Asia.

Saat itu, saya hanya berharap mereka main penuh semangat, berjuang sampai menit terakhir, sehingga –apapun hasilnya— tidak bikin malu bangsa Indonesia. Hasilnya, mereka tampil dengan permainan terbaik yang pernah kita lihat dalam satu dekade terakhir.

Hanya saja, tak seperti Piala Asia, di ajang sekelas Piala AFF hasil akhir tentunya juga penting. Karena inilah barometer paling pas untuk memetakan posisi kita di tingkat regional. Jadi, apa boleh buat, “terpaksalah” kali ini saya pun menuntut para pemain kita untuk tampil gigih sekaligus menang! Tolong, jangan anggap ini sebagai beban….
(Tulisan ini pernah dimuat di TopSkor, 15 Desember 2008)

2 komentar:

Eko Nurhuda mengatakan...

Akhirnya Indonesia kalah juga dari Thailand. Semakin memperpanjang rekor tidak pernah menang atas Thailand di ajang Piala AFF, sekaligus menambah jumlah kemenangan Thailand atas Indonesia.

Bagaimana peluang Indonesia di leg kedua nanti, Bung Kus?

Unknown mengatakan...

Timnas Indonesia tidak pernah mau mengubah statistik melawan Thailand. Kalah, itu biasa. Statistik memang mendukung Thailand. Seri apalagi menang, mestinya kita lakukan. Ingat di Piala AFF 1998, Thailand tidak mau kalah dari Indonesia. Gengsi dong. Seri merupakan hasil maksimal karena itu yang diinginkan Thailand. Thailand kalah 0-1 dibalas 1-1. Thailand kalah 1-2 dibalas 2-2. Eh..., Indonesia malah menang 3-2. Jadilah statistik semakin mendukung Thailand. Padahal kalau seri apalagi menang, itu akan menjadi kemenangan psikologis Indonesia. Sayang....